• RSS
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin

Jumat, 26 Desember 2014

HUKUM MERAYAKAN MALAM TAHUN BARU



Tahun baru tinggal menghitung hari,Tatkala lembaran kalender tinggal tersisa 1 lembar saja, dan angka-angka di dalamnya sudah berkepala dua, kebanyakan orang mulai sibuk mempersiapkan gegap gempita datangnya tahun baru masehi. Penjaja terompet bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Toko-toko dan pusat perbelanjaan saling bersaing dengan membandrol diskon besar-besaran khusus tahun baru. Lalu, bagaimana islam memandang perayaan tahun baru ini?

Telah diketahui semua orang bahwa perayaan tahun baru masehi bukanlah kebudayaan islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan non muslim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk, meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya (‘Ied) yang berasal dari non muslim. Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri.” (HR. Abu Dawud)
Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512)
Kemudian Allah juga mengisyaratkan hal yang sama. Allah Ta’ala menjelaskan ciri-ciri ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang beriman):
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
Artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72)
Sebagian ulama seperti Rabi’ bin Annas rahimahullah menafsirkan الزور (az zuur) pada ayat diatas dengan “hari-hari besar kaum musyrikin” (Lihat Mukhtashor Al Iqtidho‘)
Maka, sikap hamba-hamba Allah yang beriman terhadap perayaan orang-orang non muslim adalah tidak mengikutinya, namun berlalu saja dengan penuh kemuliaan sebagai seorang muslim. Maka juga termasuk  bentuk merayakan seperti menghadiri,  atau minimal hanya membeli terompet saja untuk merayakannya, hal ini bertentangan dengan ayat diatas dan patut diragukan keimanannya.
Islam Melarang Tabdzir
Dalam merayakan tahun baru, tentu ada biaya yang dikeluarkan. Bahkan, sampai-sampai ada yang menghabiskan uang 1 sampai 2 milyar hanya untuk mengadakan acara peringatan pergantian tahun!?! Padahal acara tersebut tidak memiliki manfaat yang begitu berarti, baik untuk kebutuhan duniawi apalagi kebutuhan ukhrowi. Maka acara seperti ini dalam syariat islam dinilai sebagai acara yang sia-sia saja. Sehingga menghamburkan banyak harta dalam acara seperti ini adalah termasuk menyia-nyiakan harta, atau disebut juga tabdzir, Allah melarang perbuatan tersebut dan mengecam pelakunya yang disebut mubadzir.
Allah Ta’ala berfirman:
إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا
Artinya:
“Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-nya.” (Qs. Al Isra: 27)
Allah Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang memboroskan harta. Sedangkan uang yang digunakan untuk perayaan tahun baru adalah termasuk perkara membuang-buang harta. Maka seorang muslim yang baik tidak akan mau dengan mudah membuang-buang harta hanyanya untuk perayaan semacam ini yang sama sekali tidak akan menambah kemuliaannya di dunia maupun di akhirat.
Islam Melarang Bergadang Tanpa Manfaat
Pada malam tahun baru, kebanyakan orang akan menunda jam tidur mereka demi menunggu hingga pukul 12 malam, dimana terjadi pergantian tahun masehi. Mereka isi waktu tersebut dengan bersenang-senang, ngobrol, konvoi keliling kota, dan banyak hal yang tidak bermanfaat yang dilakukan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci ngobrol-ngobrol atau kegiatan tak berguna lainnya yang  dilakukan setelah selesai shalat isya. Jika tidak ada kepentingan, Rasulullah menganjurkan untuk langsung tidur, agar dapat bangun di malam hari untuk beribadah.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada kami tercelanya mengobrol sesudah shalat ‘lsya.'” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Islam sebagai agama yang penuh rahmah, melarang umatnya untuk bergadang tanpa manfaat. ‏
Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengobrol (pada malam hari) kecuali dua orang; Orang yang akan shalat atau musafir.” (HR. Ahmad)
Maka orang yang begadang, menghabiskan malamnya  untuk menunggu dan menikmati tahun baru, telah melanggar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diatas. Dengan begadang, mereka melalaikan shalat malam, berdzikir pada Allah Ta’ala, di pagi hari pun kesiangan dan telat melaksanakan sholat shubuh. Sungguh, banyak sekali kerugian akibat dari mengikuti perayaan tahun baru ini.
Sedikit uraian diatas semoga dapat dijadikan sebagai renungan bagi kita untuk berpikir seribu kali sebelum mengikuti dan menghadiri acara perayaan tahun baru. Karena selain terdapat larangan untuk mengikutinya, juga terdapat kerugian yang besar akibat dari mengikutinya. 

Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.
Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.'” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)
Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.
Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. Wallaahu a’lam.
 

HUKUM MENGUCAPKAN NATAL



Diantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.
Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syar’i.
Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :

1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :
 
1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.
2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.

2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.
Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya :
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)
Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt :
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾
Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)
Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya :
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِن شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُواْ فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِّنْهُ مَا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلاَّ اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا ﴿١٥٧﴾
Artinya : “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka.” (QS. An Nisaa : 157)
Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.
Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.
Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Sa’id, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Qur’an di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syari’ah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)
Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Qur’an maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.
Juga berdasarkan Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan)”.
 
Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :
  1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali Darurat
Diantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt :
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ ﴿٨﴾
Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)
Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).
Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :
….فَاقْتُلُواْ الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ  ﴿٥﴾
Artinya : “Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka.” (QS. At Taubah : 5)
Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.
Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuza’ah.
Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir… (al Jami’ li Ahkamil Qur’an juz IX hal 311)
Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.
Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : “Akan tetapi penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya.” (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)
Hadits “menyempitkan jalan” itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.
Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.
Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.
Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.
Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.
Tentunya diantara mereka—orang-orang non muslim—ada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.
Al Qur’an maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,”Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu.” (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,”Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat.” (HR. Muslim)
Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt :
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya : “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun : 6)
Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.
Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).
Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya,
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى ثُمَّ إِلَى رَبِّكُم مَّرْجِعُكُمْ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ ﴿٧﴾
Artinya : “Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az Zumar : 7)
Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.
Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.
Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya.
مَن كَفَرَ بِاللّهِ مِن بَعْدِ إيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٠٦﴾
Artinya : “Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)
Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.
Hukum Mengenakan Topi Sinterklas
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.
Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih)
Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.
Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.
Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.
Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)
Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih)
Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)
Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.
Wallahu A’lam,..
Sumber    : http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-mengucapkan-selamat-natal.htm#.VJ0na1BUkNg

Sabtu, 20 Desember 2014

JILBAB SYAR'I APA JILBAB MODE ?


 

Rasululloh Muhammad bin Abdillah SAW bersabda: “Ada dua Penduduk neraka yang belum pernah aku lihat; kaum membawa cambuk seperti ekor sapi, dengannya mereka mencambuk manusia dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, mereka miring dan tidak akan mencium baunya padahal sesungguhnya bau syurga itu tercium perjalanan sekian dan sekian “. (Al-Hadist Riwayat Muslim No. 2128).

Duhai Akhwat Muslimah pedamba syurga, istiqomahlah dalam menjaga Hijab Syar’i Anda dan Kenakanlah selalu Jilbab Syar’i dan bagi yang belum mengenakan Hijab Sya’i dan Jilbab Syar’i. Ayo kenakanlah dan malulah pada Alloh bukannya malu kepada kebanyakan manusia.

Pengertian jilbab itu banyak sekali macamnya, bisa antum lihat disini (www.ustadzaris.com/jilbab-atau-khimar). Namun secara umum jilbab itu merupakan pakaian perempuan Islam berupa penutup kepala yang diwajibkan untuk dipakai oleh perempuan yang sudah baligh. Adapun pada jaman sekarang jilbab telah bergeser dari yang sesungguhnya. Di era kebebasan dan globalisasi ini, model jilbab banyak yang merekayasa dengan bentuk yang tidak syar’i. Yaitu hanya memperhatikan mode agar kelihatan lebih menarik dan terkesan tidak jadul. Misalnya memperlihatkan leher, mengulung kain jilbab pada leher dan lain sebagainya. Padahal yang taat aturan bukan hanya jilbabnya saja, pakaian yang dikenakanpun seharusnya syar’i.

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak kalangan akhwat belum memahami bagaimana seharusnya memakai pakaian Islam seperti jilbab. Kalaupun mereka telah mengetahui cara memakai jilbab yang sebenarnya, ada rasa enggan untuk menjalaninya. Entah itu dianggap sebagai orang Islam yang fanatik, fundamental, radikal, teroris dsb. Hal ini memang cukup berat untuk dilaksanakan oleh kaum akhwat bila tidak diiringi dengan keimanan dan ketakwaan yang mantap.

Oleh karena itu Penulis hanya bisa membantu memberikan informasi bagaimana seharusnya memakai pakaian Islami seperti jilbab yang sesuai aturan yang diperintahkan Alloh SWT. Semoga para ukhti/akhwat Muslimah yang membaca mendapatkan hidayah dari Alloh Ta’ala dan memulai memakai jilbab yang syar’i. Aamiin.

Cara Memakai Jilbab Yang Baik

Jilbab yang baik adalah jilbab yang sesuai dengan tuntunan Islam, bukan sesuai dengan mode atau trend yang berlaku di masyarakat. Apa saja syarat-syarat cara memakai jilbab yang baik? Beberapa di antaranya :
• Menutupi aurat
• Jilbab lebar dan menutup dada
• Jilbab longgar tidak menampakkan bentuk tubuh
• Tidak tembus pandang
• Tidak memakai riasan/make up tebal
• Kenakan Jilbab dan Hijab Syar’i berwarna Gelap agar terjauh dari Lelaki Ajnabi/Asing

                                        
 
Kesalahan Dalam Cara Memakai Jilbab

Mengenai penggunaannya, jilbab itu sendiri bukanlah jenis jilbab atau jilbab gaul seperti fenomena yang sering kita lihat sekarang-sekarang ini. Jilbab yang digunakan haruslah syar’i dan sesuai dengan yang diperintahkan oleh Alloh dan Rasulnya, baik itu dala Al Qur’an ataupun hadits. Nah, disini akan dibahas sedikit mengenai jilbab atau lebih ke gaya berbusana kaum muslimah yang seharusnya atau kita kenal dengan istilah syar’i.

Sesuai dengan sabda Rasululloh ShallAllohu ‘Alaihi wa Sallam : “Bahwa anak perempuan apabila telah cukup umurnya, maka mereka tidak boleh dilihat akan dia melainkan mukanya dan kedua telapak tangannya hingga pergelangan” (H.R. Abu Daud). Itu sabda Rasululloh. Tapi nyatanya sekarang, banyak para muslimah yang salah mengartikan jilbab dan gaya berbusana yang syar’i.

Berikut Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam berjilbab dan berbusana muslimah:

                                           
 
Jilbab tidak menutupi dada

Ini bertentangan dengan firman Alloh SWT dalam Al-qur’an “.. dan hendaklah mereka menutup kain jilbab ke dadanya … ” (QS. An Nur : 31)

Rok kurang panjang (agak ngatung)

Hal ini tidak sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tarmizi dan Nasa’i, dari Ummu Salamah r.a. “”Ya Rasululloh, bagaimana dengan perempuan dan kain-kain mereka yang sebelah bawah?” Sabda Rasululloh S.A.W : “Hendaklah mereka memanjangkan barang sejengkal dan janganlah menambahkan lagi ke atasnya.”

Pakaian ketat dan menampakkan bentuk tubuh

Selain terlihat dan terasa sesak, ternyata pakaian yang ketat juga tidak baik untuk kesehatan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa pakaian yang ketat menyebabkan kulit kekurangan ruang untuk bernafas. Akibat yang ditimbulkan dari mengenakan pakaian ketat – mulai dari yang teringan seperti biduran, adanya bercak ringan di bagian tubuh tertentu sampai dengan penyakit yang cukup berbahaya, seperti kemandulan dan kanker.

Menggunakan riasan make up yang tebal

Menggunakan riasan make up bagi seorang perempuan tidaklah dilarang, tapi anjurannya adalah ‘jangan berlebihan’ karena segala sesuatu ynag berlebihan itu tidak baik dan Alloh tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Selain itu, jika make up anda terlalu tebal, maka kurang sehat untuk wajah anda karena kulit wajah tidak dapat bernafas dengan baik dan menyisakan residu yang berlebihan pada wajah sehingga jika tidak telaten dapat menyebabkan jerawat di wajah. Apalagi ada beberapa muslimah yang mungkin malas berwudhu atau hanya berwudhu sekedarnya saja dengan alasan menjaga riasan wajah agar tetap awet.

Kesalahan lainnya dalam berjilbab

Diantaranya adalah tidak memakai kaos kaki, mengenakan blus yang pendek, memakai rok dengan belahan tinggi serta mengenakan jilbab yang terbuat dari bahan yang tipis/jarang. Dan diusahakan memakai Hijab Syar’i dan Jilbab Syar’i berwarna Gelap Contoh warna Hitam agar terhindar dari Bahaya Lelaki Ajnab

Jumat, 19 Desember 2014

TERAPI SUJUD SAAT SHOLAT


 


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sujud berarti "Berlutut serta meletakkan dahi ke lantai." Sujud merupakan salah satu gerakan dalam shalat. Shalat atau sujud dapat dikatakan penyembahan diri manusia terhadap Allah SWT sebagai rasa syukur. Shalat merupakan salah satu rukun iman ke 5 bagi umat Islam. Sebagai umatNYA sudah sepantasnya menjalankan perintah tersebut secara benar dan teratur.  

Namun umat Islam sendiri masih banyak yang mengabaikan, padahal sudah jelas-jelas ini merupakan perintah dari Sang Khalik. Kesibukan serta kesenangan duniawi rupanya merupakan alasan utama bagi umat Islam yang meninggalkan shalat.  

Perintah  shalat juga ada dalam Firman Allah pada surat Al Baqarah ayat 43"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku." Ini merupakan salah satu FirmanNYA dalam Al Quran.   Imam Al Ghazali seorang ulama besar Islam mengatakan bahwa "Hal yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan shalat."

Jika ditelaah lebih dalam perkataan Imam Al Ghazali ini  memang benar, karena manusia seakan tidak ada beban dosa ataupun takut kepada Allah padahal ini merupakan perintah-NYA.  

Begitu dahsyatnya shalat hingga Allah menjadikannya sebagai rukun iman dan mengatakannya dalam Al Quran hingga berkali-kali.  

Shalat banyak mendatangkan kebaikan  bagi bagi manusia khusunya umat Islam, oleh karenanya Allah memberikan pahala bagi orang yang melaksanakannya. Namun Dia memberikan bonus bagi umatnya yang mengerjakan pada awal waktu dan berjamaah, apalagi jika melakukannya di Masjid, tentu makin berlipat ganda pahala yang diberikan Allah kepada kita.
  
Tapi jagan senang dahulu karena orang yang shalat juga masih bisa celaka, Allah berfirman dalam surat Al Maun ayat 4 dan 5 "Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya." Maka shalatlah di awal waktu agar kita tidak  celaka nantinya .   
   
Dalam shalat sendiri ada tujuh gerakan yakni Takbiratul Ihram, ruku, I'tidal, sujud, duduk antara dua sujud, duduk tahitat dan terkahir salam. Disini semua gerakan penting karena jika salah satu tidak ada maka  tidak sah bagi shalat wajib dan percuma melaksanakan shalat. 

Namun, gerakan yang terpenting ialah saat dimana kita dalam keadaan sujud. bahwa salah satu dari gerakan shalat ini ternyata mengandung manfaat yang sangat luar biasa serta dibutuhkan manusia.   Salah seorang dokter neurologi  berkebangsaan Amerika merasa takjub akan sujud, karena di dalam sujud dia menemukan adanya hal yang luar biasa yang belum pernah ditemukan kalangan ilmuan.  

Dia telah meneliti cukup lama tentang urat syaraf yang ada di dalam diri manusia. Bahwa urat syaraf erat sekali kaitannya dengan darah yang mengalir, namun ada beberapa urat syaraf yang tidak dialiri darah.  

Lalu urat syaraf mana yang tidak dialiri darah dan kenapa itu bisa terjadi? 
Aliran darah sangat berpengaruh pada syaraf manusia, namun urat syaraf pada otak  tidak dialiri oleh darah.  
 
Dalam penelitiannya, urat syaraf dalam otak tidak dialiri darah karena kepala tidak sujud. Darah akan mengalir justru ketika manusia sedang sujud saat shalat.   Sejalan dengan yang diteliti dokter tersebut, Columbia University State juga ternyarta pernah meneliti akan syaraf otak. Ternyata benar, memang ada urat syaraf yang tidak dialiri oleh darah.

Urat syaraf pada otak hanya dialiri darah beberapa waktu saja, belum jelas kapan waktunya namun mereka beranggapan waktunya sekitar lima waktu yang dilakukan umat Islam yakni subuh, zuhur. Ashar, magrib dan isya.   Dengan penelitiannya yang cukup lama dan menghasilkan temuan yang luar biasa itu akhirnya dokter kebangsaan Amerika itu dengan yakin menyatakan diri untuk masuk Islam.  

Setelah menjadi Muallaf, justru seorang dokter ini semakin percaya akan Islam, begitupun dalam hal pengobatannya. Dia membuat metode-metode pengobatan yang ada dalam Al Quran seperti berpuasa, minum madu dan sebagainya..   Itulah sebab kenapa otak manusia membutuhkan sujud, agar urat syaraf yang ada diotak dapat mengalir karena kalau tidak mengalir pastinya akan menimbulkan penyakit. 

Dalam sujud juga kita disunahkan berdoa kepada Allah, karena saat itulah dimana kita berada paling dekat denganNYA. Maka, ketika  sujud janganlah terburu-buru untuk bangun karena selain dekat dengan Sang Maha Pencipta ini pula yang membuat aliran darah ke otak berjalan maksimal.   Begitu jelas manfaat sujud untuk kesehatan otak, jika sudah tau manfaatnya, masih mau meninggalkan shalat ?  
http://update-islam.blogspot.com/2014/12/sujud-terapi-otak-yang-begitu-nikmat.html 

Senin, 15 Desember 2014

MURTAD DALAM ISLAM



Islam adalah anugerah yang tiada tara. Satu-satunya agama yang diridhai oleh Allâh Azza wa Jalla di dunia dan akherat . Perbuatan seseorang akan diakui bila ia telah memeluk Islam. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” [Ali-‘Imrân/3: 85]
Dan sebaliknya, agama selain Islam merupakan penghalang diterimanya perbuatan baik seseorang, bahkan perbuatan baik tersebut akan sia-sia dan sirna di sisi Allah Azza wa Jalla kelak. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّىٰ إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا
“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu pun.” [an-Nûr/24:39]
Juga firman-Nya:
وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” [al-Furqân/25:23]
Suatu ketika ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullâh tentang seorang dermawan yang hidup di zaman Jahiliyyah yang bernama Ibnu Jud’ân. Dia sangat gemar menyambung tali silaturahmi dan memberi makan kaum miskin, apakah kebaikan tersebut akan bermanfaat baginya? Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab:
لاَ يَا عَائِشَةُ ، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا : رَبِّ اغْفِرْ لِيْ خَطِيْئَتِيْ يَوْمَ الدِّينِ
“Tidak wahai ‘Aisyah, karena dia tidak pernah sekalipun mengatakan: Rabb-ku ampunilah kesalahan-kesalahanku di hari kiamat kelak.” [HR. Muslim]
Nikmat ini harus selalu senantiasa disyukuri, dengan senantiasa menjaganya agar tetap menetap kuat dalam jiwa dan dan mengisi hidup dengan beramal saleh sebanyak mungkin, agar semakin bertambah dan kokoh, serta jangan sampai berkurang apalagi sirna dari diri kita, alias murtad. Na’ûdzubillah min dzâlik.
Semangat ini hendaknya terus kita pupuk, diantaranya dengan memahami resiko yang bakal ditanggung oleh seorang murtad, keluar dari Islam. Untuk itu, marilah kita simak uraian berikut ini. Semoga bermanfaat.

1.Definisi Murtad
Istilah murtad dalam bahasa Arab diambil dari kata ( ارْتَدَّ) yang bermakna kembali berbalik ke belakang. Sedangkan menurut syariat, orang murtad adalah seorang Muslim yang menjadi kafir setelah keislamannya, tanpa ada paksaan, dalam usia tamyiiz (sudah mampu memilah dan memilih perkara, antara yang baik dari yang buruk-pen.) serta berakal sehat.
Seorang yang menyatakan kekufuran karena terpaksa, tidak dikategorikan sebagai orang murtad, sebagaimana yang terjadi pada diri Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu anhu yang dipaksa dan disiksa agar mau mengingkari kenabian Rasûlullâh dan mencela Islam. Akhirnya terpaksa menuruti mereka, padahal hatinya tetap yakin akan kebenaran ajaran Rasûlullâh. Setelah dibebaskan, dengan menangis dia mendatangi Rasulullah seraya menceritakan peristiwa tersebut, dan ternyata Rasûlullâh memaafkannya. Kemudian turunlah firman Allâh Azza wa Jalla :
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barang siapa yang kafir kepada Allâh sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allâh), kecuali orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh menimpanya dan baginya adzab yang besar.” [an-Nahl/16:106]

2. Sanksi-sanksi Moral Bagi Orang Murtad
Pada kesempatan kali ini, paparan bahasan ini terfokuskan pada dampak-dampak buruk orang yang murtad di dunia dan akherat, sebuah fenomena yang cukup banyak terjadi di tengah masyarakat kita. Sebagian orang begitu mudah mengganti akidah Islamnya, entah karena kesulitan ekonomi, anggapan semua agama itu sama dan mengajak kepada kebaikan, ataupun kepentingan-kepentingan duniawi lainnya. Jika menyadari betapa bahaya besar akan menimpa mereka usai menanggalkan baju Islamnya, mungkin mereka tidak akan pernah melakukan tindakan bodoh tersebut.
Para Ulama Islam (kalangan Fuqaha) telah membahas konsekuensi hukum yang berlaku pada orang Islam yang pindah agama dalam buku-bukum fiqih mereka dalam pasal ar-riddah. Berikut ini konsekuensi buruk dari perbuatan mencampakkan Islam – satu-satunya agama yang diridhai Allâh Azza wa Jalla – dengan memeluk agama lainnya, menjadi seorang nasrani atau pemeluk agama lainnya.

a. Amal Ibadahnya Terhapus
Banyaknya ibadah yang telah dilakukan, tidak akan pernah bermanfaat bagi pelakunya, bahkan berguguran tanpa ada hasil yang bisa dipetik, apabila di kemudian hari dia kufur kepada Allâh Azza wa Jalla . Dan tempat kembalinya adalah neraka kekal abadi di dalamnya, jika mati dalam kekufuran. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” [al-Baqarah/2:217]

b. Haknya Sebagai Seorang Muslim Sirna
Seorang Muslim wajib menunaikan orang Muslim lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ : رَدُّ السَّلاَمِ ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَاِئزِ ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ ،
وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ
“Hak seorang Muslim yang wajib ditunaikan oleh orang Muslim lainnya ada lima: menjawab salam, mengunjungi yang sedang sakit, mengiringi jenazahnya, memenuhi undangannya, mendoakan yang bersin.” [HR. al-Bukhâri dan Muslim]
Berdasarkan hadits tersebut, maka seorang Muslim tidak wajib menjawab lontaran salam dari orang yang murtad dari Islam, tidak perlu menengoknya tatkala sakit, tidak perlu menghormati dan mengiringi jenazahnya bila mati, tidak boleh mendatangi undangannya, dan tidak boleh mendoakannnya ketika si murtad bersin.

c. Haram Menikahi Seorang Muslimah. Apabila Telah Menikah, Maka Otomatis Pernikahannya Batal Demi Hukum
Islam melarang umatnya menikah dengan non-muslim secara umum, serta merupakan syarat sah suatu pernikahan Islami adalah kedua mempelai beragama Islam – kecuali dengan wanita Ahli Kitab dengan persyaratan yang ketat – . Adapun pernikahan seorang Muslim dengan seorang wanita musyrik selain Ahli Kitab, pernikahan itu tidak sah. Wanita Muslimah pun tidak boleh menikah dengan lelaki kafir, termasuk lelaki yang berstatus murtad. Sebab pernikahan seorang Muslimah (atau lelaki Muslim) dengan orang yang murtad pernikahan yang telah terjalin menjadi putus dan batal secara otomatis. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Dan janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hati kalian. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” [Al-Baqarah/2:221]
Demikian juga Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ۖ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ ۖ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Maka jika kalian telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kalian kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka.” [al-Mumtahanah/60:10]
Dengan demikian, dalam Islam tidak halal lagi bagi pasangan yang salah satunya telah murtad untuk melakukan hubungan layaknya suami isteri.

d.Tidak Boleh Menjadi Wali Dalam Pernikahan
Seorang wanita muslimah apabila hendak menikah, maka memerlukan seorang wali untuk menikahkannya, baik bapaknya, pamannya dan seterusnya. Akan tetapi, misalnya bapak atau walinya murtad, maka tidak berhak menikahkan anak atau kemenakannya yang Muslimah. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” [at-Taubah/9:71]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin. Maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” [al-Mâ’idah/5:51]
Hal ini dipertegas oleh sabda yang menyatakan bahwa, tidak ada pernikahan yang sah kecuali atas izin seorang wali dan disaksikan oleh dua orang lelaki yang adil sebagai saksi pernikahan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا نِكاَحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ
“Tidaklah suatu pernikahan itu (sah) kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil.” [HR. al-Baihaqi dan Ibnu Hibbân dengan sanad yang shahih]
Pengertian orang adil di sini ialah orang yang jauh dari dosa besar dan tidak terus-menerus melakukan dosa kecil. Atas dasar itu, seorang yang telah murtad dari Islam lebih tidak berhak lagi untuk menjadi wali dan saksi dalam pernikahan.

e. Tidak Mewarisi dan Tidak Diwarisi Hartanya
Apabila seorang bapak meninggal dunia dalam keadaan kafir (termasuk orang yang mati dalam keadaan murtad), maka anak dan ahli warisnnya yang beragama Islam tidak boleh mewarisi harta peninggalan bapaknya tersebut. Sebagian ulama menyatakan bahwa harta orang seperti ini menjadi fai’ dan masuk ke Baitul Mal kaum Muslimin dan digunakan untuk kemaslahatan kaum Muslimin. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ، وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
“Tidaklah seorang Muslim boleh mewarisi (harta) orang kafir, demikian juga orang kafir tidak mewarisi (harta) seorang Muslim.” [Muttafaqun’alaih]
Pada kasus yang lain, apabila seorang bapak yang beragama Islam meninggal dunia, kemudian di antara anaknya atau ahli warisnya ada yang non-Muslim (termasuk murtad) maka dia tidak berhak mendapatkan bagian dari harta ayahnya.

f. Jika Mati, Tidak Dishalati, Tidak Dikafani Serta Tidak Boleh Didoakan
Apabila seseorang mati dalam keadaan murtad dari Islam, maka dia tidak boleh dishalati, dikafani maupun didoakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allâh dan Rasûl-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” [al-Taubah/9:84]

g. Jika Mati, Tida Boleh Dimakamkan Di Pemakaman Muslimin
Sejak zaman Nabi, kaum Muslimin berinteraksi dan hidup berdampingan dengan orang-orang non-Muslim. Namun dalam masalah pemakaman, beliau memisahkan lokasi pemakaman kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, sebagaimana dalam sebuah riwayat sahabat Ibnul Khashâshiyah menceritakan: Suatu ketika Rasûlullâh mendatangi pemakaman kaum Muslimin seraya mengatakan, “Mereka telah memperoleh kebaikan yang banyak”. Beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian beliau mendatangi pemakaman kaum musyrikin seraya mengatakan, “Mereka telah melewatkan kebaikan yang banyak”. Beliau mengatakannya tiga kali. [HR. Abu Dâwud, an-Nasâ’i dan Ibnu Mâjah dengan sanad yang shahih. Dishahihkan al-Albâni dalam Ahkâmul al-Janâ’iz]

h. Jika Mati Dalam Keadaan Murtad, Tidak Boleh Dimintakan Ampunan Baginya
Betapapun cinta kita terhadap orang lain, tapi apabila dia meninggal dalam keadaan tidak memeluk Islam, maka kita tidak diperkenankan memintakan ampunan atas dosa-dosanya, sebagaimana teguran Allâh Azza wa Jallaepada Nabi-Nya dalam firman-Nya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allâh) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” [at-Taubah/9:113]

i. Kaum Muslimin Memberikan Berita Buruk Ketika Melewati Kuburnya
Islam mengajarkan kepada untuk tidak memberi salam dan tidak mendoakan kebaikan ketika melewati makam orang kafir. Bahkan kita diperintahkan untuk mengabarkan kepadanya tentang neraka. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ
“Dimanapun anda melewati makam orang kafir, maka beritakanlah kepadanya tentang neraka.” [HR. Ibnu Mâjah, at-Thabrâni dalam al-Mu’jam al-Kabiir]

j. Sembelihannya Haram Bagi Kaum Muslimin
Islam melarang segala sembelihan yang tidak disebutkan nama Allâh Azza wa Jalla di dalamnya, termasuk sembelihan kaum musyrikin maupun seorang ateis, terkecuali Ahli Kitab. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ ۖ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
Pada hari ini dihalalkan bagi kalian yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-kitab itu halal bagi kalian, dan makanan kalian halal (pula) bagi mereka [al-Mâ’idah/5:5]

k. Persaksiannya Ditolak
Telah kita ketahui bahwa sifat adil yang dimaksud adalah jauhnya seseorang dari perbuatan dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil. Dari sini, orang yang murtad lebih tidak berhak lagi orang murtad, sehingga dia tidak boleh menjadi saksi dalam peradilan Islam, dan juga dalam pernikahan seorang Muslim, sebagaimana perintah Allâh Azza wa Jalla :
وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِنْكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian, dan hendaklah kalian tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir.” [ath-Thalâq/65:2]

Maksudnya, dari kalangan kaum Muslimin, bukan yang lain.
l. Tidak Boleh Memasuki Tanah Suci (Tanah Haram)
Tanah suci atau tanah haram memiliki kehormatan yang tidak boleh direndahkan dan dilanggar, di antara tidak boleh seorang kafir pun memasukinya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
لاَ يَدْخُلُ مَكَّةَ مُشْرِكٌ بَعْدَ عَامِنَا هَذَا أَبَدًا
“Tidak boleh seorang musyrik pun memasuki kota Mekah setelah tahun ini selamanya.” [HR. al-Bukhâri]

3. Hukum Pidana Bagi Orang Murtad
Apabila seseorang murtad dengan berpindah ke agama lain atau memilih untuk menjadi seorang ateis, langkah yang ditempuh adalah mendakwahinya untuk kembali ke pangkuan Islam dalam tempo tiga hari. Jika tetap dalam kemurtadannya, maka ia dihukum bunuh. Hal ini berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ
“Siapa saja yang mengganti agamanya, maka hendaklah kalian bunuh dia.” [HR. al-Bukhâri]
Permasalahan jangka waktu penyadaran melalui dakwah agar ia bertaubat selama tiga hari, kami belum menemukan dalil yang kuat untuk dijadikan pijakan, kecuali dalil logika yang dikemukakan oleh sebagian ulama, bahwa kemurtadan mayoritasnya disebabkan kerancuan pikiran dan syubhat dalam diri orang tersebut, sehingga diharapkan dengan dakwah khusus secara personal kepadanya, kerancuan dan syubhat tersebut bisa dihilangkan dari pikirannya, sehingga mau dengan sukarela kembali ke pangkuan Islam. Wallâhu a’lam.

4. Kesimpulan
Kemurtadan adalah bencana bagi pelaku baik di dunia terlebih di akhirat, sehingga setiap Muslim harus ekstra hati-hati darinya, agar tidak terjerumus ke dalamnya. Melalui pembahasan ini pula seyogyanya seorang Muslim bersikap tegas (bersikap proporsional) terhadap orang-orang yang rela menanggalkan akidah Islamnya. Karena sebagian umat menyikapi keluarganya yang murtad dengan dingin-dingin saja seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Semoga kita dijauhkan dari bencana seperti ini dan diwafatkan dalam keadaan memegangi akidah Islamiyyah, sehingga kelak dikumpulkan dengan penduduk Jannah. Amin.

TAFSIR ALBAQOROH AYAT 120

  Israil menjadi kuat karena lemahnya kita, karena kita sudah tidak layak lagi dibela oleh Allah. Kenapa kita tidak dibela oleh Allah? Karena banyak di antara kita sudah meninggalkan ajaran Allah. Jika kita sudah banyak meninggalkan ajaran Allah, maka kita tidak punya hak dibela lagi oleh Allah dan Allah akan biarkan siapa yang kuat dialah yang menang. Pada penghujung ayat 120 surah Al Baqarah, Allah SWT memberikan peringatan keras kepada kita, Jika kamu mengikuti hawa-hawa nafsu mereka setelah datang ilmu pengetahuan kepadamu, maka tidak ada hak bagimu menjadikan Allah sebagai pelindung dan penolong bagimu". Peringatan keras ini hendaknya menjadikan diri kita senantiasa berhati-hati atau waspada dalam mengarungi kehidupan ini, khususnya dalam menghadapi segala tipu daya Yahudi dan Nashara yang akan mengajak kita ke arah kecenderungan hawa-hawa nafsu mereka sehingga kita menjadi orang yang rugi. 



 وَلَنۡ تَرۡضٰى عَنۡكَ الۡيَهُوۡدُ وَلَا النَّصٰرٰى حَتّٰى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡ‌ؕ قُلۡ اِنَّ هُدَى اللّٰهِ هُوَ الۡهُدٰى‌ؕ وَلَٮِٕنِ اتَّبَعۡتَ اَهۡوَآءَهُمۡ بَعۡدَ الَّذِىۡ جَآءَكَ مِنَ الۡعِلۡمِ‌ۙ مَا لَـكَ مِنَ اللّٰهِ مِنۡ وَّلِىٍّ وَّلَا نَصِيۡرٍؔ‏ ﴿۱۲۰
                       

    120. Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.
 
Menurut berbagai Sumber Tafsir dan Para Muffasirrin
 
TAFSIR AL-QURTUBI OLEH MUHAMMAD BIN AHMAD AL-ANSHARI AL-QURTUBI

Ada 2 (dua) hal dalam pengertian ayat ini:

Pertama, Tujuan mereka (Yahudi Nasrani)--Wahai Muhammad-- bukanlah (mengeluarkan) ayat-ayat yang mereka usulkan agar mereka beriman. Bahkan, seandainya engkau datangkan ayat-ayat yang mereka minta niscaya mereka tetap tidak akan rela padamu. Yang mereka inginkan hanyalah agar engkau dan pengikutmu meninggalkan Islam.

Kedua, sekelompok ulama seperti Imam Syafi'i, Abu Hanifah, Dawud, Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa orang kafir itu agamanya satu karena firman Allah "ملتهم". Dan karena firman Allah "لكم دينكم ولي دين" (bagimu agamamu bagiku agamaku). Dan karena ada hadits Nabi yang artinya "Tidak saling mewarisi keluarga dua agama" yaitu Islam dan kafir. Dengan dalil sabda Nabi "Orang Islam tidak boleh mewarisi pada orang kafir." Imam Malik dan Imam Ahmad dalam riwayat lain berpendapat bahwa di luar Islam terdapat banyak agama. Karena itu maka orang Yahudi tidak dapat mewariskan pada orang Nasrani dan keduanya tidak dapat mewariskan harta pada orang Majusi. Adapun kata "ملتهم" itu bermakna banyak karena di-idhafahkan pada jamak.

TAFSIR IBNU KATSIR OLEH ISMAIL BIN UMAR BIN KATHIR AL-QURASHI AD-DIMASHQI

Ibnu Jarir berkata yang dimaksud dengan ayat ini adalah Wahai Muhammad, orang Yahudi dan Nasrani (Kristen) selamanya tidak akan rela padamu. Maka, berhentilah mengharap kerelaan dan kesepakatan mereka. Dan fokuslah mengharap ridho Allah dalam mendoakan mereka untuk menerima kebenaran yang diamanahkan Allah padamu.

TAFSIR THABARI OLEH MUHAMMAD BIN JARIR AT-TABARY

Wahai Muhammad, orang Yahudi dan Nasrani (Kristen) selamanya tidak akan rela padamu. Maka, berhentilah mengharap kerelaan dan kesepakatan mereka. Dan fokuslah mengharap ridho Allah dalam mendoakan mereka untuk menerima kebenaran yang diamanahkan Allah padamu. Apa yang kamu dakwahkan pada mereka itu adalah jalan untuk berkumpul bersama dalam kasih sayang dan agama dan tidak ada jalan bagimu untuk mendapat kerelaan mereka dengan mengikuti agama mereka karena Yahudi tidak sama dengan Nasrani; dan Nasrani berbeda dengan Yahudi. Nasrani tidak dapat berkumpul dengan Yahudi dalam satu individu dan dalam satu keadaan.

Yahudi dan Nasrani tidak dapat bertemu untuk rela padamu kecuali kalau kamu menjadi Yahudi atau Nasrani. Dan hal itu tidak mungkin. Karena kamu adalah satu. Dan tidak mungkin dua agama yang saling bertentangan dapat bersatu dalam satu keadaan.

Apabila tidak ada jalan untuk mengumpulkan kedua agama dalam satu waktu maka tidak mungkin ada jalan bagimu untuk merelakan/meridhoi dua golongan yang berbeda. Apabila tidak jalan ke arah itu, maka tetaplah mengharap petunjuk dan hidayah Allah yang akan mengumpulkan mahkluk menuju kasih sayang karena hanya Dialah yang memiliki jalan.

Adapun kata "millah" maknanya adalah agama. Jamaknya adalah milal (الملل)

TAFSIR AL-BAGHAWI OLEH AL-HUSAIN BIN MAS'UD AL-BAGHAWY

Maksud ayat ini adalah bahwasanya mereka (Yahudi Nasrani) meminta Nabi untuk melakukan gencatan senjata (bahasa Arab hudnah - الهدنة) dan mereka berjanji bahwa apabila Nabi membiarkan mereka, maka mereka akan ikut Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini. Maksud ayat ini adalah: Apabila kamu (Muhammad) melakukan gencatan senjata mereka tidak akan senang dengan itu. Mereka meminta itu hanya sebagai alasan bukan tanda mereka rela kecuali kamu ikut agama/jalan mereka.

Ibnu Abbas berkata: ini dalam kasus Kiblat di mana Yahudi Madinah dan Nasrani Najran mengharap pada Nabi agar ketika shalat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah memindahkan kiblat umat Islam ke Ka'bah mereka menjadi putus asa untuk mengharapkan Nabi agar setuju pada agama mereka. Maka Allah menurunkan ayat (2:120) ini.

Makna millah (الملة) adalah jalan (الطريقة).

KRISTENISASI DI SEKOLAH ? ORANG TUA RESAH


Orangtua Resah, Pemprov Jakarta Paksa Siswi Ganti Baju Muslimah Syar'i dengan Baju Betawi.. Beginilah Jika Orang Kafir Memimpin Muslim ! Innalillahi..
Renungan buat umat Islam yang memilih pemimpin Jokowi - Ahok ! Inilah akibatnya jika nasehat Ulama TIDAK DI DENGAR ! Pilihan Anda akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat nanti !

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta kini mengubah aturan mengenai pakaian seragam sekolah bagi siswa-siswi sekolah dasar maupun menengah. Peraturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran No. 48/SE/2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah.

Surat edaran tertanggal 14 Juli 2014 tersebut mengatur cara penggunaan pakaian seragam sekolah. Pada hari Senin dan Selasa, siswa diharuskan mengenakan kemeja putih dan celana/rok sesuai dengan jenjang pendidikan. Pada hari Rabu, siswa diharuskan mengenakan pakaian khas sekolah. Pada hari Kamis, siswa diharuskan mengenakan kemeja batik ciri khas nasional dan celana/rok warna gelap.

Pada hari Jum’at siswa sekolah diharuskan mengenakan pakaian khas daerah, dalam hal ini Betawi. Sedangkan hari Sabtu, siswa diharuskan mengenakan pakaian seragam Pramuka.

Ketentuan seragam untuk hari Jum’at di atas dinilai orang tua siswa sangat meresahkan. Pasalnya tidak semua siswa-siswi adalah orang Betawi dan batasan pakaian Betawi sangat beragam karena ada model pakaian Betawi yang tidak menutup aurat.

Lebih dikhawatirkan jika anak-anak mengacu pada pakaian Betawi yang pernah dikenakan pada sinetron-sinetron di televisi yang lebih banyak mengumbar aurat, merusak moral, dan justru merusak citra Betawi itu sendiri.

Surat Edaran yang ditandatangani oleh Kadisdik DKI Jakarta Lasro Marbun tersebut juga melarang siswa untuk menambahkan asesoris apapun dalam menggunakan pakaian seragam sekolah.

Surat Edaran itu disebutkan mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Republik Indonesia No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Padahal, di Permendikbud itu menyebutkan bahwa pakaian seragam sekolah hanya terdiri dari 3 jenis, yaitu: pakaian seragam nasional, pakaian seragam kepramukaan, atau pakaian seragam khas sekolah.

Permendikbud tersebut sama sekali tidak mengatur tentang pakaian seragam khas daerah seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama.

Dan pada pasal 5 di Permendikbud yang ditandatangani oleh Mendikbud Mohammad Nuh tersebut mengatur sebagai berikut:
1. Pakaian seragam nasional dikenakan pada hari Senin, Selasa, dan pada hari lain saat pelaksanaan Upacara Bendera.
2. Pada saat Upacara Bendera dilengkapi topi pet dan dasi sesuai warna seragam masing-masing jenjang sekolah, dilengkapi dengan logo tut wuri handayani di bagian depan topi.
3. Selain hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) peserta didik dapat mengenakan pakaian seragam kepramukaan atau pakaian seragam khas sekolah yang diatur oleh masing-masing sekolah.

Dan pada pasal 1 ayat 4 di Permendikbud tersebut juga diterangkan tentang pakaian seragam khas muslimah, yang didefinisikan sebagai pakaian seragam yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah. Namun pakaian jenis ini justru tidak diatur dalam Surat Edaran di atas. (dakwatuna/hdn)

Sumber :
http://www.pkspiyungan.org/2014/07/orangtua-resah-pemprov-jakarta-paksa.html
http://www.suara-islam.com/read/index/11493/Ahok-Mengaku-tak-Tahu-Penghapusan-Seragam-Muslim-di-Hari-Jumat
Penghapusan Seragam Muslim, Ini Kata Ahok
Mantan Bupati Belitung Timur ini terus berkilah tidak mengetahui perihal peraturan baru yang mengharuskan siswa menggunakan seragam khas Betawi.

Jakarta, Aktual.co — Penghapusan pemakaian seragam muslim untuk siswa-siswi di DKI Jakarta, tuai pro dan kontra.

Wakil Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan dirinya tak membuat kebijakan penghapusan seragam muslim setiap hari Jumat untuk siswa-siswi di Jakarta.

Mantan Bupati Belitung Timur ini terus berkilah tidak mengetahui perihal peraturan baru yang mengharuskan siswa  menggunakan seragam khas Betawi. "Enggak ada aturan itu dari aku," ujarnya, Jum'at (25/7) malam.

Ahok mengaku mengetahui kebijakan itu setelah menerima sms keluhan dari orang tua siswa-siswi.

"Saya tahu dari sms. Makanya aku langsung tanya ke Pak Lasro (Kepala Dinas Pendidikan). Pusing juga bales itu SMS semua. Kalau siswa miskin, gimana caranya harus beli pakaian sadariah (khas Betawi)," ungkapnya.

Sebelumnya ada Surat Edaran Dinas Pendidikan Nomor 48/SE/2014 tertanggal 14 Juli 2014 tentang peraturan baru Seragam Sekolah. Surat itu mensosialisasikan Permendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Hanya saja, di surat edaran Dinas Pendidikan itu mengharuskan siswa menggunakan seragam Betawi (sadariah untuk pria dan encim untuk wanita) pada hari Jumat. Sebelumnya siswa-siswi di sekolah telah terbiasa menggunakan seragam Muslim pada hari tersebut.(dm).

Sumber :
http://www.aktual.co/sosial/122725penghapusan-seragam-muslim-ini-kata-ahok
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/07/26/n9axt0-soal-penghapusan-seragam-muslim-di-sekolah-ini-tanggapan-ahok


Ahok Mengaku tak Tahu Penghapusan Seragam Muslim di Hari Jumat

Beredar di jejaring sosial Surat Edaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 48/SE/2014 tertanggal 14 Juli 2014 tentang peraturan baru Seragam Sekolah. Surat itu mensosialisasikan Permendikbud Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Surat ini tengah mengakibatkan keresahan di tengah umat Islam Jakarta, khususnya para orang tua siswa. Pasalnya, surat edaran Dinas Pendidikan itu mengharuskan siswa menggunakan seragam Betawi (sadariah untuk pria dan encim untuk wanita) pada hari Jumat. Padahal sebelumnya siswa-siswi di sekolah telah terbiasa menggunakan seragam Muslim pada hari tersebut.

Menanggapi keresahan warga ini, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Lasro Marbun, mengaku akan mengevaluasi kembali perihal aturan penggunaan seragam khas Betawi setiap hari Jumat untuk siswa-siswi di Jakarta. Hal itu diungkapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, saat dimintai tanggapannya mengenai aturan tersebut.

Ahok, sapaan akrabnya, mengatakan banyak laporan orang tua siswa yang mengeluhkan tentang peraturan baru tersebut. Oleh karenanya, ia juga telah mengkonfimasi kepada Kepala Dinas Pendidikan.

"Aku juga bingung, dapet sms (laporan) masuk, baru aku tau. Makanya, aku langsung tanya ke Pak Lasro (Kepala Dinas Pendidikan)," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Jumat (25/7/2014) malam, seperti dikutip Republika.co.id.

Ahok mengatakan, dalam pesan singkat yang diterimanya, Lasro mengatakan akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Lasro juga mengaku telah berkoordinasi dengan seluruh kepala sekolah untuk menyesuaikan peraturan tersebut dengan kondisi siswa.

"Lapor pak, kita tidak memaksakan pak, pasca lebaran kita evaluasi lagi Pak. Saya sudah kumpulkan seluruh Kepsek supaya tidak dipaksakan penerapan Permendikbud No.45 Tahun 2014 tentang pakaian seragam sekolah, disesuaikan dengan sikon murid. Saya akan evaluasi," ujar Lasro kepada mantan Bupati Belitung Timur tersebut.

Ahok pun membantah dirinya telah membuat kebijakan tentang penghapusan seragam muslim setiap hari Jumat untuk siswa-siswi di Jakarta. Ahok justru mengaku tidak mengetahui perihal peraturan baru yang mengharuskan siswa menggunakan seragam khas Betawi.

"Enggak! Enggak ada aturan dari aku itu," tegas politisi Partai Gerindra tersebut yang biasa disapa Ahok itu.

Dikatakan Ahok, ia tidak sependapat dengan ketentuan baru tersebut. Karena itu dapat memberatkan orang tua siswa. "Jujur saja, kasus kayak gini sudah sering kejadian. Sampai ada orang miskin ngadu ke saya. Saya sudah bilang, kalo enggak bisa, kenapa mesti maksain?"ujar Ahok.(dm).

Sumber :
http://www.suara-islam.com/read/index/11493/Ahok-Mengaku-tak-Tahu-Penghapusan-Seragam-Muslim-di-Hari-Jumat

BENARKAH AHOK TIDAK MENGETAHUI ADANYA PERATURAN TERSEBUT ?
SEBAGAI PIMPINAN, MUSTAHIL TIDAK MENGETAHUI TINDAKAN BAWAHANNYA !

SIAPA YANG MENGANGKAT LARSO MARBUN (Kadisdik DKI Jakarta) ?
Yang Telah Membuat Peraturan Yang Anti Islam Tersebut ?
(Siapa Lagi Kalau Bukan Jokowi - Ahok !)

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menunjuk Lasro Marbun sebagai Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, menggantikan Taufik Yudi Mulyanto. Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, ada alasan mengapa Jokowi menunjuk mantan Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) sebagai Kadis Pendidikan.

"Pak Gubernur merasa ada sesuatu yang dia (Lasro) bisa dobrak," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Kamis (13/2/2014).

Selama menjadi Kepala Biro Ortala, lanjut dia, Lasro unggul dalam hal menyusun struktur kepegawaian serta mampu merampingkan dan menggabungkan posisi-posisi menjadi terpadu satu pintu. Meskipun latar belakang Lasro merupakan sarjana hukum, bukan berasal dari pendidikan, Jokowi dan Basuki tetap optimistis Lasro dapat mereformasi birokrasi pendidikan ibu kota.

Menurut Basuki, menjadi seorang kepala dinas tidak harus memiliki dasar mengajar dan harus pernah menjadi akademisi. Yang terpenting saat ini, kata dia, Lasro dapat mengemban tugas menyusun struktur birokrasi pendidikan agar lebih efisien.

"Pengadaan barang kan sudah disusun. Sekarang bagaimana cara menempatkan kepala sekolah dan pengawas yang benar, dia (Lasro) jagonya," kata Basuki.

Sementara itu, semasa menjadi Kepala Biro Ortala, Lasro memangkas jumlah jabatan struktural setingkat eselon III di DKI Jakarta. Tidak hanya jabatan struktural, tetapi unit pelaksana teknis (UPT) juga akan dilebur. Beberapa UPT yang dilebur adalah UPT Kawasan Monas dan UPT Taman Monas. Kemudian UPT Museum Kota Tua dan UPT Kawasan Kota Tua ke dalam kawasan ekonomi khusus.(dm).

Sumber :
http://wartakota.tribunnews.com/2014/02/13/ahok-jelaskan-pemilihan-marbun-jadi-kepala-dinas-pendidikan
Haji Lulung Protes Jokowi Angkat Lasro Marbun
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, Abraham Lunggana, menilai langkah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo salah ketika mengangkat Lasro Marbun sebagai Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) DKI.

"Itu saya kritisi pengangkatannya," ujar Abraham atau akrab disapa Haji Lulung ini saat dihubungi, Senin (17/2/2014).

Lulung yang juga menjabat sebagai Ketua DPW PPP DKI Jakarta ini menilai seharusnya Joko Widodo melantik Agus Suradika sebagai kepala dinas. Hal itu didasari faktor pendidikan yang telah digapai Agus.

Lulung juga mengatakan latar belakang Lasro Marbun sebagai Kepala Organisasi Tata Laksana (Ortala) Pemprov DKI sangat jauh berkaitan dengan jabatan yang diemban sekarang.

"Saya paling memperhatikan pergantian Agus Suradika jadi kepala arsip. Seorang profesor pendidikan kok ditaruh di arsip. Makanya enggak nyambung. Jaka Sembung Bawa Golok," kata Lulung.(dm)

Sumber :
http://wartakota.tribunnews.com/2014/02/17/haji-lulung-protes-jokowi-angkat-lasro-marbun

Baca juga :
http://duniamuallaf.blogspot.com/2013/10/kh-fahrurrozi-lelang-jabatan-strategi.html#more

PUASKAH UMAT ISLAM PENDUKUNG JOKOWI-AHOK TERHADAP KEBIJAKSANAAN INI ?
KITA TUNGGU SAJA KEBIJAKSANAAN ANTI ISLAM APA LAGI YANG AKAN DIKELUARKAN PEMERINTAHAN JOKOWI (Sekarang Presiden) dan AHOK !