
Tahun baru tinggal menghitung hari,Tatkala lembaran kalender tinggal tersisa 1 lembar saja, dan
angka-angka di dalamnya sudah berkepala dua, kebanyakan orang mulai
sibuk mempersiapkan gegap gempita datangnya tahun baru masehi. Penjaja
terompet bertebaran di pinggir-pinggir jalan. Toko-toko dan pusat
perbelanjaan saling bersaing dengan membandrol diskon besar-besaran
khusus tahun baru. Lalu, bagaimana islam memandang perayaan tahun baru
ini?
Telah diketahui semua orang bahwa perayaan tahun baru masehi bukanlah kebudayaan islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan non muslim. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk, meninggalkan dan menjauhi perayaan-perayaan terutama yang berulang pada setiap tahunnya (‘Ied) yang berasal dari non muslim. Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri.” (HR. Abu Dawud)
Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu
membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka
hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan
pada hari kiamat bersama mereka.” (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512)
Kemudian Allah juga mengisyaratkan hal yang sama. Allah Ta’ala menjelaskan ciri-ciri ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang beriman):
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
Artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72)
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72)
Sebagian ulama seperti Rabi’ bin Annas rahimahullah menafsirkan الزور
(az zuur) pada ayat diatas dengan “hari-hari besar kaum musyrikin”
(Lihat Mukhtashor Al Iqtidho‘)
Maka, sikap hamba-hamba Allah yang beriman terhadap perayaan
orang-orang non muslim adalah tidak mengikutinya, namun berlalu saja
dengan penuh kemuliaan sebagai seorang muslim. Maka juga termasuk
bentuk merayakan seperti menghadiri, atau minimal hanya membeli
terompet saja untuk merayakannya, hal ini bertentangan dengan ayat
diatas dan patut diragukan keimanannya.
Islam Melarang Tabdzir
Dalam merayakan tahun baru, tentu ada biaya yang dikeluarkan. Bahkan,
sampai-sampai ada yang menghabiskan uang 1 sampai 2 milyar hanya untuk
mengadakan acara peringatan pergantian tahun!?! Padahal acara tersebut
tidak memiliki manfaat yang begitu berarti, baik untuk kebutuhan duniawi
apalagi kebutuhan ukhrowi. Maka acara seperti ini dalam syariat islam
dinilai sebagai acara yang sia-sia saja. Sehingga menghamburkan banyak
harta dalam acara seperti ini adalah termasuk menyia-nyiakan harta, atau
disebut juga tabdzir, Allah melarang perbuatan tersebut dan mengecam
pelakunya yang disebut mubadzir.
Allah Ta’ala berfirman:
إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا
Artinya:
“Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-nya.” (Qs. Al Isra: 27)
“Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-nya.” (Qs. Al Isra: 27)
Allah Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang memboroskan harta.
Sedangkan uang yang digunakan untuk perayaan tahun baru adalah termasuk
perkara membuang-buang harta. Maka seorang muslim yang baik tidak akan
mau dengan mudah membuang-buang harta hanyanya untuk perayaan semacam
ini yang sama sekali tidak akan menambah kemuliaannya di dunia maupun di
akhirat.
Islam Melarang Bergadang Tanpa Manfaat
Pada malam tahun baru, kebanyakan orang akan menunda jam tidur mereka
demi menunggu hingga pukul 12 malam, dimana terjadi pergantian tahun
masehi. Mereka isi waktu tersebut dengan bersenang-senang, ngobrol,
konvoi keliling kota, dan banyak hal yang tidak bermanfaat yang
dilakukan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci
ngobrol-ngobrol atau kegiatan tak berguna lainnya yang dilakukan
setelah selesai shalat isya. Jika tidak ada kepentingan, Rasulullah
menganjurkan untuk langsung tidur, agar dapat bangun di malam hari untuk
beribadah.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kepada kami tercelanya mengobrol sesudah shalat ‘lsya.'” (HR. Ahmad, Ibnu Majah)
Islam sebagai agama yang penuh rahmah, melarang umatnya untuk bergadang tanpa manfaat.
Juga diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengobrol (pada malam hari) kecuali dua orang; Orang yang akan shalat atau musafir.” (HR. Ahmad)
Maka orang yang begadang, menghabiskan malamnya untuk menunggu dan menikmati tahun baru, telah melanggar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
diatas. Dengan begadang, mereka melalaikan shalat malam, berdzikir pada
Allah Ta’ala, di pagi hari pun kesiangan dan telat melaksanakan sholat
shubuh. Sungguh, banyak sekali kerugian akibat dari mengikuti perayaan
tahun baru ini.
Sedikit uraian diatas semoga dapat dijadikan sebagai renungan bagi
kita untuk berpikir seribu kali sebelum mengikuti dan menghadiri acara
perayaan tahun baru. Karena selain terdapat larangan untuk mengikutinya,
juga terdapat kerugian yang besar akibat dari mengikutinya.
Beberapa hari setelah natal berlalu, masyarakat mulai disibukkan dengan persiapan menyambut tahun baru masehi pada tanggal satu Januari. Bagaimana Islam memandang hal ini?
Saudariku, Allah telah menganugerahkan dua hari raya kepada kita, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha dimana kedua hari raya ini disandingkan dengan pelaksanaan dua rukun yang agung dari rukun Islam, yaitu ibadah haji dan puasa Ramadhan. Di dalamnya, Allah memberi ampunan kepada orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, serta menebarkan rahmat kepada seluruh makhluk.
Ukhti, hanya dua hari raya inilah yang disyariatkan oleh agama Islam. Diriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang mereka bermain-main di hari raya itu pada masa jahiliyyah, lalu beliau bersabda: ‘Aku datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya yang kalian bermain di hari itu pada masa jahiliyyah. Dan sungguh Allah telah menggantikannya untuk kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari raya Idul Adha dan idul Fitri.'” (Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’I, dan Al-Baghawi)
Maka tidak boleh umat Islam memiliki hari raya selain dua hari raya di atas, misalnya Tahun Baru. Tahun Baru adalah hari raya yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Disamping itu, perayaan Tahun Baru sangat kental dengan kemaksiatan dan mempunyai hubungan yang erat dengan perayaan natal. Lihatlah ketika para remaja berduyun-duyun pergi ke pantai saat malam tahun baru untuk begadang demi melihat matahari terbit pada awal tahun, kebanyakan dari mereka adalah berpasang-pasangan sehingga tentu saja malam tahun baru ini tidak lepas dari sarana-sarana menuju perzinaan. Jika tidak terdapat sarana menuju zina, maka hal ini dapat dihukumi sebagai perbuatan yang sia-sia. Ingatlah saudariku, ada dua kenikmatan dari Allah yang banyak dilalaikan oleh manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang (HR Bukhari). Maka janganlah kita isi waktu luang kita dengan hal sia-sia yang hanya membawa kita ke jurang kenistaan dan menjadikan kita sebagai insan yang merugi.
Saudariku, Allah telah menyempurnakan agama ini dan tidak ada satupun amal ibadahpun yang belum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya. Maka tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Allah wahyukan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada lagi syari’at dalam Islam selain yang telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan pada kita. Saudariku, ikutilah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tuntunkan kepada kita, janganlah engkau meniru-niru orang kafir dalam ciri khas mereka. Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia merupakan bagian dari kaum tersebut (Hadits dari Ibnu ‘Umar dengan sanad yang bagus). Setiap diri kita adalah pemimpin bagi dirinya sendiri dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang ia pimpin. Semoga Allah senantiasa menyelamatkan agama kita. Wallaahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar